ANALISIS SERTA PENANGGULANGAN
KONFLIK DALAM PERGERAKAN HMI KOMISARIAT FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS CABANG
CIPUTAT
Sebagaimana
yang sama-sama kita ketahui, organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang
tergabung di dalam suatu wadah dan memiliki tujuan yang sama. Organisasi
layaknya suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling
berhubungan agar dapat menjalankan suatu proses. Apabila salah satu dari elemen
tersebut bermasalah, maka sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Di
dalam organisasi terdapat orang-orang yang mempunyai tugas, fungsi dan perannya
masing-masing dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Satu sama lain akan
berkaitan dan saling berhubungan serta berinteraksi untuk melakukan sesuatu
yang ingin dicapai.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
adalah sebuah organisasi yang lahir dalam totalitas kehidupan bangsa ini. HMI
lahir untuk kepentingan yang “menyeluruh”, bukan kepada kepentingan kelompok
ataupun individu. HMI adalah manifestasi dari kepedulian para pejuangnya untuk
ikut berandil dalam menegakkan Republik Indonesia sekaligus mempertahankan dan
menyiarkan sebuah “Kebenaran”. Hal ini bisa dibuktikan dari kiprah HMI dalam
setiap perjalanan sejarah bangsa ini.
Dalam
Anggaran dasar, pasal 8 dikatakan bahwa “HMI berfungsi sebagai organisasi
kader”. HMI memiliki pedoman pengkaderan yang bertujuan untuk menjadikan
kader-kader HMI sebagai kader yang berkualitas, terutama berkualitas insan cita
dan dapat menjadi pribadi yang lebih baik khususnya bagi diri kader sendiri dan
Indonesia pada umumnya. Tetapi dewasa ini banyak kita lihat perkaderan di HMI
itu sendiri tidak berjalan sebagaimana mestinya, banyak terjadi disorientasi
pada kader-kader HMI yang menyebabkan memudarnya ciri seorang kader HMI yang
berilmu,beriman dan beramal.
·
Identifikasi
Masalah
HMI
KAFEIS (komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis) CABANG CIPUTAT adalah tempat
dimana saya lahir sebagai anggota biasa di HMI. Kafeis merupakan salah satu
komisariat yang berada di kalangan mahasiswa Fakultas Ekonomi. Dalam
perjalanannya yang kurang lebih sudah 5 tahun ini, HMI KAFEIS saya rasa masih perlu
ditingkatkan dalam pola perkaderannya, terlebih lagi akhir-akhir ini
meningkatnya jumlah angota-anggota baru yang tergabung dalam HMI Kafeis sendiri
sehingga kurang terkoordinir dengan baik.
Perkaderan
di HMI KAFEIS banyak yang perlu dibenahi. Perkaderan yang seharusnya
terkoordinir dengan baik tidak lagi berjalan dengan semestinya,. Salah satu
penyebabnya adalah masalah internal yang terjadi di HMI Kafeis sendiri.
Kurangnya profesionalitas dalam menyikapi suatu masalah sehingga ketika terjadi
konflik pribadi diantara kader berdampak negative terhadap jalannya organisasi.
Perkaderan di HMI KAFEIS perlu dibenahi karena hanya memenuhi aspek formal
semata-mata, dalam artian sudah tak memiliki muatan nilai. Suatu pemikiran yang
banyak dilansir oleh pemikir HMI, khususnya yang pernah hidup dalam carut-marut
dunia perkaderan HMI. Disebutkan begitu, didasarkan pada kenyataan dimana
perkaderan HMI KAFEIS kurang mencerminkan sebuah tatanan yang terdiri dari
sejumlah bagian yang saling terkait dan saling mendukung satu sama lain guna
mencapai target, sebagaimana layaknya sebuah pelatihan dalam kerangka
pembentukan karakter kader. Demikian, bahwa perkaderan HMI KAFEIS kurang
mencerminkan tatanan yang jelas, kontinyu, dan konsisten. Dengan begitu,
setidaknya memerlukan pola yang jelas dan tertuang dalam suatu system
perkaderan HMI yang memungkin berbagai element melakukan penggantian interaksi
baik vertical maupun horizontal melalui pembentukan kader berkualitas Insan
Cita.
Baik tidaknya perkaderan di HMI KAFEIS
ini, memang tidak hanya bisa dilihat dari kontinuitas kepemimpinan organisasi,
tetapi dilihat dari karya-karya produktifnya, baik dalam bentuk perilaku
organisasi yang solid, dinamis dan elegan, maupun dalam bentuk pribadi
kader-kadernya yang berdisiplin tinggi, juga dalam hal efektifitas perkaderan
yang dilakukannya. Artinya bahwa ketika HMI KAFEIS secara struktural tidak lagi
memiliki efektifitas untuk menggerakkan potensi organisasi ataupun potensi
kader yang dimilikinya, ini menjadikan asumsi bahwa perkaderan di lingkungan
HMI Kafeis telah mengalami masalah yang cukup serius yang harus dikembalikan
pada pola perkaderan yang semestinya.
Dari
penjelasan di atas dapat diidentifikasikan masalah yang terjadi pada HMI Kafeis
Cabang Ciputat adalah :
1. Permasalahan
internal dalam kepengurusan HMI KAFEIS itu sendiri. Konflik yang terjadi
diantara kader seperti masalah pribadi diantara individu yang berakibat pada
berkurangnya efektifitas HMI KAFEIS karena banyak kader yang mulai menjauh dan
tidak aktif lagi.
2. Dalam
komunikasi organisasi; masalah yang terjadi adalah kurang terciptanya
komunikasi yang baik diantara kader dalam hal formal maupun informal.
3. Dalam
perkaderan formal di HMI (LK I) peran mentor/astor adalah mengawasi dan
memberikan pengenalan lebih mendalam kepada anggota baru tentang HMI itu
sendiri. Tetapi kenyataan yang terjadi pada HMI KAFEIS masih Kurangnya “follow
up” dari para Mentor / Astor pasca LK I.
Poin-poin
diatas menurut saya adalah permasalahan yang cukup serius dan perlu dibenahi
agar perkaderan secara struktural maupun kultural di HMI KAFEIS dapat berjalan
dengan baik.
·
Data
HMI
KAFEIS (Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis) Cabang Ciputat yang berdiri
pada adalah tanggal 22 september 2008 adalah sebuah bentuk kepeloporan yang
dilakukan oleh kader-kader HMI Kafeis yang merasa perlunya didirikan sebuah
komisariat baru untuk mewadahi kader khususnya di lingkungan Fak.Ekonomi dan
bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Komisariat ini merupakan hasil
pemekaran dari HMI KOMFASTEK (komisariat Fakultas SAINTEK dan EKONOMI).
HMI
KAFEIS tergolong muda dalam kiprahnya di Cabang Ciputat. Tetapi dalam
perjalanannya mengembangkan organisasi, Kafeis kini telah melahirkan banyak
keder-kader baru. Dalam database kader, tercatat sebanyak 283 anggota yang
tergabung dalam keluarga besar HMI KAFEIS sejak pemekaran hingga sekarang. HMI
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis sendiri dapat dikatakan baru mengalami
peningkatan jumlah anggota dalam setahun terakhir. Meningkatnya jumlah kader
tidak dipungkiri karena HMI KAFEIS yang selama 10 tahun tidak pernah memegang
posisi-posisi strategis dalam kampus seperti BEM Fakultas, akhirnya berkat
perjuangan yang gigih dari para Spartan HMI KAFEIS serta kerja keras semua
kader, terpilih Ahmad Fauzan Aulia ( Manajemen ‘2010’) yang merupakan Kepala
Bidang PTKK (Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan) pada kepengurusan
HMI Kafeis periode 2012-2013 sebagai Presiden BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(BEM FEB) Periode 2013-2014. Selama memegang sistem intra kampus ini, HMI
kafeis mendapatkan sedikit “Kemudahan” dalam perekrutan calon anggota baru.
Dalam
kiprahnya yang dikatakan baru mengalami perkembangan dan peningkatan yang
dilihat dari kuantitas kader, ada
beberapa hal yang perlu dicatat dari permasalahan yang terjadi di HMI KAFEIS :
Pertama,
Konflik diantara kader ini terjadi pada kader angkatan 2011. Berawal ketika
adanya salah seorang kader yang merasa dirinya yang paling benar, maksudnya
disini kader tersebut bahwa pendapatnya lah yang paling benar dan itu yang
harus dilakukan. Selain itu sifat Arogansinya yang selalu membanggakan dirinya
sendiri membuat kader lain menjadi “risih” terhadapnya. Tidak jarang anggota
yang lain mengeluh dan merasa terganggu dengan sifat atau karakter kader ini.
Ada yang sampai mengambil keputusan untuk tidak aktif lagi di HMI KAFEIS karena
merasa sakit hati atas perlakuan kader tersebut terhadap dirinya. Melihat
konflik yang terjadi ini, ada beberapa orang kader yang mencoba untuk mencari
jalan keluarnya dengan cara berkumpul bersama dan membahas tentang bagaimana
jalan keluarnya. Pada saat itu jalan keluar yang disepakati adalah sahabat si
kader akan mencoba berbicara “4 mata” dengan kader tersebut tentang apa yang
telah menjadi kegelisahan beberapa anggota terhadap karakternya. Tetapi setelah
dibicarakan layaknya seorang sahabat, kader tersebut tetap tidak menunjukkan
tanda-tanda perubahan terhadap sifat arogansinya.
Kedua ,
Komunikasi yang terjalin diantara pengurus dan anggota maupun sebaliknya yang
kurang lancar. Ketika ada pemberitahuan tentang rapat ataupun acara-acara yang
akan diadakan di HMI KAFEIS, pemberitahuan tersebut tidak tersebar dengan baik
sehingga ada kader yang tidak mendapatkan informasi, sehingga mereka tidak ikut
berpartisipasi dalam kegiatan yang akan dilaksanakan. Tidak hanya itu,
komunikasi yang kurang baik juga terjadi pada sesama pengurus HMI KAFEIS, dalam
hal penyampaian informasi seringkali adanya miskomunikasi diantara pengurus
yang menyebabkan berita yang tersebar diantara kader berbeda-beda.
Ketiga,
Follow up pasca LK I belum begitu terlaksana dengan baik sehingga kader-kader
baru yang telah dinyatakan lulus LK I kurang dikader dan satu-persatupun
menghilang. Dalam beberapa bulan
terakhir HMI KAFEIS mengalami peningkatan yang signifikan dari kuantitas kader
yang mengikuti LK I. Tercatat bahwa Latihan Kader I yang terakhir diadakan
diikuti sebanyak 73 orang dari berbagai jurusan yang ada di FEB. Angka ini
merupakan pencapaian tertinggi selama HMI KAFEIS berdiri, yang
sebelum-sebelumnya jumlah yang mengikuti LK I tidak melebihi dari 25 orang. Ini
merupakan PR besar bagi HMI KAFEIS khususnya para Astor / Mentor kedepannya
untuk melakukan follow up dan perkaderan terhadap kader-kader baru.
·
Analisis
Perkaderan
adalah usaha organisasi yang
dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI,
sehingga memungkinkan seorang anggota HMI mengaktualkan potensi dirinya menjadi
seorang kader Muslim Intelektual dan Profesional yang memiliki kualitas insan
cita. Dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di lingkungan HMI KAFEIS,
Pedoman Perkaderan HMI sudah seharusnya dan wajib dijadikan sebuah acuan untuk
membina kader agar menjadi apa yang telah di cita-citakan. Sesuai dengan tujuan
Latihan Kader I sendiri yang berbunyi “Terbinanya kepribadian muslim yang
berkualitas akademis, sadar akan fungsi dan peranannya dalam berorganisasi
serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan bangsa.”
Untuk
menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut, kita mengacu kepada beberapa
teori ;
1. George
R. Terry. Ph.D. dalam bukunya “Asas-Asas Menajemen” yang di alihbahasakan oleh
DR. Winardi, SE. menyebutkan bahwa Apabila kita menghadapi konflik, maka
sebaiknya kita pertama-tama mengetahui eksistensinya dan kemudian
mengidentifikasi orang-orang yang berhubungan dengannya. Selidikilah pemikiran
pihak lain guna mendapatkan kepastian siapa mereka itu, dan janganlah
beranggapan bahwa kita telah mengetahuinya. Seperti yang dikatakan, konflik
terdapat Antara individu-individu, kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi.
Apabila dua orang individu berpegang pada pandangan yang sama sekali
bertentangan satu sama lain, tidak pernah berkompromis, serta menarik
kesimpulan kesimpulan yang cenderung bersikap tidak toleran, maka konflik pasti
akan timbul.
Cara-cara
untuk mengatasi konflik dalam organisasi diantaranya adalah :
v Arbitrase
(arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi
sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak
menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada
terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
v Penengahan
(mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa.
Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus,
menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan
masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan
ciri perilaku mediator.
v Konsultasi:
Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan
kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai
wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan
berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku
kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses
penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
2. Everet M. Rogers. Dalam bukunya
“Communication in Organization.” Komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang
mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui
jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.
Jenis
komunikasi Organisasi :
v Komunikasi
lisan dan tertulis
Dasar
penggolongan komunikasi lisan dan tertulis ini adalah bentuk pesan yang akan
disampaikan. Banyak bentuk komunikasi: terutama komunikasi antar pribadi
(interpersonal communication), disampaikan secara lisan maupun tertulis. Karena
sebagian besar interaksi manusia terjadi dalam bentuk ini, maka berbagai studi
telah dilakukan untuk menilai manfaat dan efisiensi dari pesan yang disampaikan
dengan cara ini.
v Komunikasi
verbal dan non verbal
Jika
dua orang berinteraksi, maka informasi mengenai perasaan dan gagasan atau ide
yang timbul akan dikomunikasikan. Perasaan seseorang juga dapat dinyatakan
melalui berbagai isyarat-isyarat atau signal-signal non verbal. Dalam
percakapan tatap muka langsung, perasaan, keadaan jiwa, atau suasana hati
seseorang dinyatakan melalui gerakan isyarat(gesture), ekspresi wajah, posisi
dan gerakan badan, postur, kontak fisik, kontak pandangan mata, dan stimulasi
non-verbal lain yang sama pentingnya dengan kata-kata yang diucapkan.
v Komunikasi
kebawah, keatas, dan kesamping
Penggolongan
komunikasi kebawah, keatas, dan kesamping (lateral) ini didasarkan pada arah
aliran pesan-pesan dan informasi didalam suatu organisasi. Untuk memperoleh
pengertian yang lebih mendalam, maka akan diuraikan ketiga jenis komunikasi
tersebut :
- Komunikasi kebawah
Aliran
informasi dalam komunikasi kebawah mengalir dari tingkatan manajemen puncak ke
manajemen menengah, manajemen yang lebih rendah, dan akhirnya sampai pada
karyawan operasional. Komunikasi ini juga mempunyai fungsi pengarahan,
perintah, indoktrinasi, inspirasi dan evaluasi.
- Komunikasi keatas
Alirannya
dalam hirarki wewenang yang lebih rendah ke lebih tinggi biasanya mengalir
disepanjang rantai komando. Fungsi utamanya adalah untuk memperoleh informasi
mengenai kegiatan, keputusan dan pelaksanaan pekerjaan karyawan pada tingkat
yang lebih rendah.
- Komunikasi kesamping
Terjadi
antara dua pejabat atau pihak yang berada dalam tingkatan hirarki wewenang yang
sama (komunikasi horizontal) atau antara orang atau juga pihak pada tingkatan
yang berbeda yang tidak mempunyai wewenang langsung terhadap pihak lainnya
(komunikasi diagonal).
3. Menurut
Pola Umum perkaderan HMI, Maksud dan Tujuan dari arah perkaderan yaitu “Usaha
yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi melalui suatu proses
sadar dan sistematis sebagai alat transformasi nilai ke-Islaman dalam proses
rekayasa peradaban melalui pembentukan kader berkualitas
muslim-intelektual-profesional.”
Adapun
Target dari perkaderan itu sendiri adalah “Terciptanya kader
muslim-intelektual-profesional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban
amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.”
Pola dasar dari Basic Training ( Latihan Kader I).
Target trainingnya adalah :
-
Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
-
Mampu meningkatkan kemampuan akademis
-
Memiliki kesadaran & tanggungjawab keumatan & kebangsaan
-
Memiliki kesadaran berorganisasi
Untuk
mewujudkan target tersebut, maka dibutuhkannya follow up perkaderan yang intens
dan berkelanjutan Pasca LK I.
Dari
teoti-teori diatas kita dapat menganalisis cara penanggulangan permasalahan
yang terjadi di HMI kafeis itu sendiri.
Pertama, permasalahan
internal pada kader HMI KAFEIS yang terjadi pada angkatan 2011. sebelum kita
menyimpulkan sesuatu, pertama-tama kita harus mengetahui eksistensinya dan
kemudian mengidentifikasi orang-orang yang berhubungan dengannya. Selidikilah
pemikiran pihak lain guna mendapatkan kepastian siapa mereka itu, dan janganlah
beranggapan bahwa kita telah mengetahuinya. Setelah mengetahui dan
mengidentifikasi orang-orang yang berhubungan dengan kader tersebut, dan
menanyakan pendapat orang lain guna mandapatkan kepastian tentang masalah ini, cara
yang paling tepat dilakukan selanjutnya adalah dengan mediasi. Kader yang
terlibat dalam permasalahan ini dipertemukan di dalam suatu forum yang
difasilitasi oleh bidang Pembinaan Anggota HMI KAFEIS untuk membantu
mengumpulkan fakta, menjernihkan serta memperjelas masalah serta melapangkan
jalan untuk memecahkan masalah yang terjadi. Mediasi ini perlu dilakukan agar
kedepannya roda organisasi HMI KAFEIS tetap berjalan dengan baik dan dapat
bekerjasama secara total dalam mencapai tujuan organisasi.
Kedua,
masalah pada komunikasi organisasi yang tidak lancar dan efektif. Mengacu pada teori diatas, salah
satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan
membuat “departemen Infokom” ( informasi dan komunikasi) dimana departemen ini
merupakan bentuk yang lebih spesifik lagi dari Humas yang biasanya terdapat di
dalam struktur kepanitiaan. Tugas dari departemen ini adalah untuk
mengkomunikasikan dan memberi informasi terkait apa saja yang menyangkut urusan
organisasi. Baik kepada anggota maupun kepada Alumni-Alumni HMI KAFEIS sendiri.
Dengan cara ini diharapkan pola komunikasi di HMI KAFEIS menjadi lebih baik
kedepannya.
Ketiga,
kurangnya follow up pasca LK I. Seperti yang kita ketahui bahwa LK I merupakan
jenjang awal dalam proses perkaderan formal di HMI. Jika diibaratkan sebuah
rumah, LK I merupakan pintu depan dimana kita dapat masuk kedalamnya, tetapi
kita belum masuk kepada ruangan serta kamar-kamar yang ada. Untuk itu
diperlukan “follow Up” bagi anggota baru pasca LK I tersebut agar mereka dapat
memahami lebih mendalam mengenai HMI itu sendiri.. cara yang dapat dilakukan
yaitu dengan mengadakan “Diskusi Perkaderan”. Kegiatan ini dapat dilakukan
minimal 1x dalam seminggu atau sesuai kebutuhan Antara Mentor/Astor dengan para
anggotanya. Dalam pertemuan ini dapat dilakukan seperti upgrading LK I yaitu 5
materi wajib, upgrading kesekretariatan, kepengurusan serta aktivitas-aktifitas
seperti kelompok pengajian, kelompok belajar dan lain-lain. Peserta dibagi
kedalam limited grup terdiri dari 3-5 orang yang dipandu oleh Mentor dan Astor.
Cara ini dapat diterapkan sacara berkala dengan tingkatan pemberian materi yang
sesuai. Tujuan akhirnya adalah mempersiapkan para kader untuk mengikuti jenjang
perkaderan formal selanjutnya di HMI yaitu LK II (Intermediate Training).
·
Kesimpulan
Secara
umur HMI KAFEIS masih tergolong muda dan perjuangan pergerakan organisasi ini
masih terbentang lebar. Untuk itu diperlukannya sebuah “inovasi” dalam menjalan
kan roda organisasi dan perkaderan sehingga kedepannya diharapkan HMI KAFEIS
dapat menjadi sebuah Organisasi yang menciptakan kader-kader professional,
sadar akan fungsi dan perannya serta mampu menjawab tantangan kedepan.