Rabu, 09 April 2014

ANALISIS SERTA PENANGGULANGAN KONFLIK DALAM PERGERAKAN HMI KOMISARIAT FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS CABANG CIPUTAT

ANALISIS SERTA PENANGGULANGAN KONFLIK DALAM PERGERAKAN HMI KOMISARIAT FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS CABANG CIPUTAT


Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui, organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang tergabung di dalam suatu wadah dan memiliki tujuan yang sama. Organisasi layaknya suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan agar dapat menjalankan suatu proses. Apabila salah satu dari elemen tersebut bermasalah, maka sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Di dalam organisasi terdapat orang-orang yang mempunyai tugas, fungsi dan perannya masing-masing dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Satu sama lain akan berkaitan dan saling berhubungan serta berinteraksi untuk melakukan sesuatu yang ingin dicapai.
            Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebuah organisasi yang lahir dalam totalitas kehidupan bangsa ini. HMI lahir untuk kepentingan yang “menyeluruh”, bukan kepada kepentingan kelompok ataupun individu. HMI adalah manifestasi dari kepedulian para pejuangnya untuk ikut berandil dalam menegakkan Republik Indonesia sekaligus mempertahankan dan menyiarkan sebuah “Kebenaran”. Hal ini bisa dibuktikan dari kiprah HMI dalam setiap perjalanan sejarah bangsa ini.
Dalam Anggaran dasar, pasal 8 dikatakan bahwa “HMI berfungsi sebagai organisasi kader”. HMI memiliki pedoman pengkaderan yang bertujuan untuk menjadikan kader-kader HMI sebagai kader yang berkualitas, terutama berkualitas insan cita dan dapat menjadi pribadi yang lebih baik khususnya bagi diri kader sendiri dan Indonesia pada umumnya. Tetapi dewasa ini banyak kita lihat perkaderan di HMI itu sendiri tidak berjalan sebagaimana mestinya, banyak terjadi disorientasi pada kader-kader HMI yang menyebabkan memudarnya ciri seorang kader HMI yang berilmu,beriman dan beramal.


·         Identifikasi Masalah
            HMI KAFEIS (komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis) CABANG CIPUTAT adalah tempat dimana saya lahir sebagai anggota biasa di HMI. Kafeis merupakan salah satu komisariat yang berada di kalangan mahasiswa Fakultas Ekonomi. Dalam perjalanannya yang kurang lebih sudah 5 tahun ini, HMI KAFEIS saya rasa masih perlu ditingkatkan dalam pola perkaderannya, terlebih lagi akhir-akhir ini meningkatnya jumlah angota-anggota baru yang tergabung dalam HMI Kafeis sendiri sehingga kurang terkoordinir dengan baik.
            Perkaderan di HMI KAFEIS banyak yang perlu dibenahi. Perkaderan yang seharusnya terkoordinir dengan baik tidak lagi berjalan dengan semestinya,. Salah satu penyebabnya adalah masalah internal yang terjadi di HMI Kafeis sendiri. Kurangnya profesionalitas dalam menyikapi suatu masalah sehingga ketika terjadi konflik pribadi diantara kader berdampak negative terhadap jalannya organisasi. Perkaderan di HMI KAFEIS perlu dibenahi karena hanya memenuhi aspek formal semata-mata, dalam artian sudah tak memiliki muatan nilai. Suatu pemikiran yang banyak dilansir oleh pemikir HMI, khususnya yang pernah hidup dalam carut-marut dunia perkaderan HMI. Disebutkan begitu, didasarkan pada kenyataan dimana perkaderan HMI KAFEIS kurang mencerminkan sebuah tatanan yang terdiri dari sejumlah bagian yang saling terkait dan saling mendukung satu sama lain guna mencapai target, sebagaimana layaknya sebuah pelatihan dalam kerangka pembentukan karakter kader. Demikian, bahwa perkaderan HMI KAFEIS kurang mencerminkan tatanan yang jelas, kontinyu, dan konsisten. Dengan begitu, setidaknya memerlukan pola yang jelas dan tertuang dalam suatu system perkaderan HMI yang memungkin berbagai element melakukan penggantian interaksi baik vertical maupun horizontal melalui pembentukan kader berkualitas Insan Cita.
            Baik tidaknya perkaderan di HMI KAFEIS ini, memang tidak hanya bisa dilihat dari kontinuitas kepemimpinan organisasi, tetapi dilihat dari karya-karya produktifnya, baik dalam bentuk perilaku organisasi yang solid, dinamis dan elegan, maupun dalam bentuk pribadi kader-kadernya yang berdisiplin tinggi, juga dalam hal efektifitas perkaderan yang dilakukannya. Artinya bahwa ketika HMI KAFEIS secara struktural tidak lagi memiliki efektifitas untuk menggerakkan potensi organisasi ataupun potensi kader yang dimilikinya, ini menjadikan asumsi bahwa perkaderan di lingkungan HMI Kafeis telah mengalami masalah yang cukup serius yang harus dikembalikan pada pola perkaderan yang semestinya.
Dari penjelasan di atas dapat diidentifikasikan masalah yang terjadi pada HMI Kafeis Cabang Ciputat adalah :
1.      Permasalahan internal dalam kepengurusan HMI KAFEIS itu sendiri. Konflik yang terjadi diantara kader seperti masalah pribadi diantara individu yang berakibat pada berkurangnya efektifitas HMI KAFEIS karena banyak kader yang mulai menjauh dan tidak aktif lagi.
2.      Dalam komunikasi organisasi; masalah yang terjadi adalah kurang terciptanya komunikasi yang baik diantara kader dalam hal formal maupun informal.
3.      Dalam perkaderan formal di HMI (LK I) peran mentor/astor adalah mengawasi dan memberikan pengenalan lebih mendalam kepada anggota baru tentang HMI itu sendiri. Tetapi kenyataan yang terjadi pada HMI KAFEIS masih Kurangnya “follow up” dari para Mentor / Astor pasca LK I.
Poin-poin diatas menurut saya adalah permasalahan yang cukup serius dan perlu dibenahi agar perkaderan secara struktural maupun kultural di HMI KAFEIS dapat berjalan dengan baik.
·         Data
HMI KAFEIS (Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis) Cabang Ciputat yang berdiri pada adalah tanggal 22 september 2008 adalah sebuah bentuk kepeloporan yang dilakukan oleh kader-kader HMI Kafeis yang merasa perlunya didirikan sebuah komisariat baru untuk mewadahi kader khususnya di lingkungan Fak.Ekonomi dan bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Komisariat ini merupakan hasil pemekaran dari HMI KOMFASTEK (komisariat Fakultas SAINTEK dan EKONOMI).
HMI KAFEIS tergolong muda dalam kiprahnya di Cabang Ciputat. Tetapi dalam perjalanannya mengembangkan organisasi, Kafeis kini telah melahirkan banyak keder-kader baru. Dalam database kader, tercatat sebanyak 283 anggota yang tergabung dalam keluarga besar HMI KAFEIS sejak pemekaran hingga sekarang. HMI di Fakultas Ekonomi dan Bisnis sendiri dapat dikatakan baru mengalami peningkatan jumlah anggota dalam setahun terakhir. Meningkatnya jumlah kader tidak dipungkiri karena HMI KAFEIS yang selama 10 tahun tidak pernah memegang posisi-posisi strategis dalam kampus seperti BEM Fakultas, akhirnya berkat perjuangan yang gigih dari para Spartan HMI KAFEIS serta kerja keras semua kader, terpilih Ahmad Fauzan Aulia ( Manajemen ‘2010’) yang merupakan Kepala Bidang PTKK (Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan) pada kepengurusan HMI Kafeis periode 2012-2013 sebagai Presiden BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM FEB) Periode 2013-2014. Selama memegang sistem intra kampus ini, HMI kafeis mendapatkan sedikit “Kemudahan” dalam perekrutan calon anggota baru.
Dalam kiprahnya yang dikatakan baru mengalami perkembangan dan peningkatan yang dilihat dari kuantitas kader,  ada beberapa hal yang perlu dicatat dari permasalahan yang terjadi di HMI KAFEIS :
Pertama, Konflik diantara kader ini terjadi pada kader angkatan 2011. Berawal ketika adanya salah seorang kader yang merasa dirinya yang paling benar, maksudnya disini kader tersebut bahwa pendapatnya lah yang paling benar dan itu yang harus dilakukan. Selain itu sifat Arogansinya yang selalu membanggakan dirinya sendiri membuat kader lain menjadi “risih” terhadapnya. Tidak jarang anggota yang lain mengeluh dan merasa terganggu dengan sifat atau karakter kader ini. Ada yang sampai mengambil keputusan untuk tidak aktif lagi di HMI KAFEIS karena merasa sakit hati atas perlakuan kader tersebut terhadap dirinya. Melihat konflik yang terjadi ini, ada beberapa orang kader yang mencoba untuk mencari jalan keluarnya dengan cara berkumpul bersama dan membahas tentang bagaimana jalan keluarnya. Pada saat itu jalan keluar yang disepakati adalah sahabat si kader akan mencoba berbicara “4 mata” dengan kader tersebut tentang apa yang telah menjadi kegelisahan beberapa anggota terhadap karakternya. Tetapi setelah dibicarakan layaknya seorang sahabat, kader tersebut tetap tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan terhadap sifat arogansinya.
Kedua , Komunikasi yang terjalin diantara pengurus dan anggota maupun sebaliknya yang kurang lancar. Ketika ada pemberitahuan tentang rapat ataupun acara-acara yang akan diadakan di HMI KAFEIS, pemberitahuan tersebut tidak tersebar dengan baik sehingga ada kader yang tidak mendapatkan informasi, sehingga mereka tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang akan dilaksanakan. Tidak hanya itu, komunikasi yang kurang baik juga terjadi pada sesama pengurus HMI KAFEIS, dalam hal penyampaian informasi seringkali adanya miskomunikasi diantara pengurus yang menyebabkan berita yang tersebar diantara kader berbeda-beda.
Ketiga, Follow up pasca LK I belum begitu terlaksana dengan baik sehingga kader-kader baru yang telah dinyatakan lulus LK I kurang dikader dan satu-persatupun menghilang. Dalam beberapa bulan terakhir HMI KAFEIS mengalami peningkatan yang signifikan dari kuantitas kader yang mengikuti LK I. Tercatat bahwa Latihan Kader I yang terakhir diadakan diikuti sebanyak 73 orang dari berbagai jurusan yang ada di FEB. Angka ini merupakan pencapaian tertinggi selama HMI KAFEIS berdiri, yang sebelum-sebelumnya jumlah yang mengikuti LK I tidak melebihi dari 25 orang. Ini merupakan PR besar bagi HMI KAFEIS khususnya para Astor / Mentor kedepannya untuk melakukan follow up dan perkaderan terhadap kader-kader baru.
·         Analisis
Perkaderan adalah usaha organisasi  yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga memungkinkan seorang anggota HMI mengaktualkan potensi dirinya menjadi seorang kader Muslim Intelektual dan Profesional yang memiliki kualitas insan cita. Dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di lingkungan HMI KAFEIS, Pedoman Perkaderan HMI sudah seharusnya dan wajib dijadikan sebuah acuan untuk membina kader agar menjadi apa yang telah di cita-citakan. Sesuai dengan tujuan Latihan Kader I sendiri yang berbunyi “Terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis, sadar akan fungsi dan peranannya dalam berorganisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan bangsa.”
Untuk menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut, kita mengacu kepada beberapa teori ;
1.      George R. Terry. Ph.D. dalam bukunya “Asas-Asas Menajemen” yang di alihbahasakan oleh DR. Winardi, SE. menyebutkan bahwa Apabila kita menghadapi konflik, maka sebaiknya kita pertama-tama mengetahui eksistensinya dan kemudian mengidentifikasi orang-orang yang berhubungan dengannya. Selidikilah pemikiran pihak lain guna mendapatkan kepastian siapa mereka itu, dan janganlah beranggapan bahwa kita telah mengetahuinya. Seperti yang dikatakan, konflik terdapat Antara individu-individu, kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi. Apabila dua orang individu berpegang pada pandangan yang sama sekali bertentangan satu sama lain, tidak pernah berkompromis, serta menarik kesimpulan kesimpulan yang cenderung bersikap tidak toleran, maka konflik pasti akan timbul.
Cara-cara untuk mengatasi konflik dalam organisasi diantaranya adalah :
v  Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
v  Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
v  Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
2.      Everet M. Rogers. Dalam bukunya “Communication in Organization.” Komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.
Jenis komunikasi Organisasi :
v  Komunikasi lisan dan tertulis
Dasar penggolongan komunikasi lisan dan tertulis ini adalah bentuk pesan yang akan disampaikan. Banyak bentuk komunikasi: terutama komunikasi antar pribadi (interpersonal communication), disampaikan secara lisan maupun tertulis. Karena sebagian besar interaksi manusia terjadi dalam bentuk ini, maka berbagai studi telah dilakukan untuk menilai manfaat dan efisiensi dari pesan yang disampaikan dengan cara ini.
v  Komunikasi verbal dan non verbal
Jika dua orang berinteraksi, maka informasi mengenai perasaan dan gagasan atau ide yang timbul akan dikomunikasikan. Perasaan seseorang juga dapat dinyatakan melalui berbagai isyarat-isyarat atau signal-signal non verbal. Dalam percakapan tatap muka langsung, perasaan, keadaan jiwa, atau suasana hati seseorang dinyatakan melalui gerakan isyarat(gesture), ekspresi wajah, posisi dan gerakan badan, postur, kontak fisik, kontak pandangan mata, dan stimulasi non-verbal lain yang sama pentingnya dengan kata-kata yang diucapkan.
v  Komunikasi kebawah, keatas, dan kesamping
Penggolongan komunikasi kebawah, keatas, dan kesamping (lateral) ini didasarkan pada arah aliran pesan-pesan dan informasi didalam suatu organisasi. Untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam, maka akan diuraikan ketiga jenis komunikasi tersebut :
-          Komunikasi kebawah
Aliran informasi dalam komunikasi kebawah mengalir dari tingkatan manajemen puncak ke manajemen menengah, manajemen yang lebih rendah, dan akhirnya sampai pada karyawan operasional. Komunikasi ini juga mempunyai fungsi pengarahan, perintah, indoktrinasi, inspirasi dan evaluasi.
-          Komunikasi keatas
Alirannya dalam hirarki wewenang yang lebih rendah ke lebih tinggi biasanya mengalir disepanjang rantai komando. Fungsi utamanya adalah untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan, keputusan dan pelaksanaan pekerjaan karyawan pada tingkat yang lebih rendah.
-          Komunikasi kesamping
Terjadi antara dua pejabat atau pihak yang berada dalam tingkatan hirarki wewenang yang sama (komunikasi horizontal) atau antara orang atau juga pihak pada tingkatan yang berbeda yang tidak mempunyai wewenang langsung terhadap pihak lainnya (komunikasi diagonal).
3.      Menurut Pola Umum perkaderan HMI, Maksud dan Tujuan dari arah perkaderan yaitu “Usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi melalui suatu proses sadar dan sistematis sebagai alat transformasi nilai ke-Islaman dalam proses rekayasa peradaban melalui pembentukan kader berkualitas muslim-intelektual-profesional.”
Adapun Target dari perkaderan itu sendiri adalah “Terciptanya kader muslim-intelektual-profesional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.”
Pola dasar dari Basic Training ( Latihan Kader I). Target trainingnya adalah :
- Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
- Mampu meningkatkan kemampuan akademis
- Memiliki kesadaran & tanggungjawab keumatan & kebangsaan
- Memiliki kesadaran berorganisasi
Untuk mewujudkan target tersebut, maka dibutuhkannya follow up perkaderan yang intens dan berkelanjutan Pasca LK I.
Dari teoti-teori diatas kita dapat menganalisis cara penanggulangan permasalahan yang terjadi di HMI kafeis itu sendiri.
Pertama, permasalahan internal pada kader HMI KAFEIS yang terjadi pada angkatan 2011. sebelum kita menyimpulkan sesuatu, pertama-tama kita harus mengetahui eksistensinya dan kemudian mengidentifikasi orang-orang yang berhubungan dengannya. Selidikilah pemikiran pihak lain guna mendapatkan kepastian siapa mereka itu, dan janganlah beranggapan bahwa kita telah mengetahuinya. Setelah mengetahui dan mengidentifikasi orang-orang yang berhubungan dengan kader tersebut, dan menanyakan pendapat orang lain guna mandapatkan kepastian tentang masalah ini, cara yang paling tepat dilakukan selanjutnya adalah dengan mediasi. Kader yang terlibat dalam permasalahan ini dipertemukan di dalam suatu forum yang difasilitasi oleh bidang Pembinaan Anggota HMI KAFEIS untuk membantu mengumpulkan fakta, menjernihkan serta memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk memecahkan masalah yang terjadi. Mediasi ini perlu dilakukan agar kedepannya roda organisasi HMI KAFEIS tetap berjalan dengan baik dan dapat bekerjasama secara total dalam mencapai tujuan organisasi.
            Kedua, masalah pada komunikasi organisasi yang tidak lancar  dan efektif. Mengacu pada teori diatas, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan membuat “departemen Infokom” ( informasi dan komunikasi) dimana departemen ini merupakan bentuk yang lebih spesifik lagi dari Humas yang biasanya terdapat di dalam struktur kepanitiaan. Tugas dari departemen ini adalah untuk mengkomunikasikan dan memberi informasi terkait apa saja yang menyangkut urusan organisasi. Baik kepada anggota maupun kepada Alumni-Alumni HMI KAFEIS sendiri. Dengan cara ini diharapkan pola komunikasi di HMI KAFEIS menjadi lebih baik kedepannya.
            Ketiga, kurangnya follow up pasca LK I. Seperti yang kita ketahui bahwa LK I merupakan jenjang awal dalam proses perkaderan formal di HMI. Jika diibaratkan sebuah rumah, LK I merupakan pintu depan dimana kita dapat masuk kedalamnya, tetapi kita belum masuk kepada ruangan serta kamar-kamar yang ada. Untuk itu diperlukan “follow Up” bagi anggota baru pasca LK I tersebut agar mereka dapat memahami lebih mendalam mengenai HMI itu sendiri.. cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengadakan “Diskusi Perkaderan”. Kegiatan ini dapat dilakukan minimal 1x dalam seminggu atau sesuai kebutuhan Antara Mentor/Astor dengan para anggotanya. Dalam pertemuan ini dapat dilakukan seperti upgrading LK I yaitu 5 materi wajib, upgrading kesekretariatan, kepengurusan serta aktivitas-aktifitas seperti kelompok pengajian, kelompok belajar dan lain-lain. Peserta dibagi kedalam limited grup terdiri dari 3-5 orang yang dipandu oleh Mentor dan Astor. Cara ini dapat diterapkan sacara berkala dengan tingkatan pemberian materi yang sesuai. Tujuan akhirnya adalah mempersiapkan para kader untuk mengikuti jenjang perkaderan formal selanjutnya di HMI yaitu LK II (Intermediate Training).
·         Kesimpulan

Secara umur HMI KAFEIS masih tergolong muda dan perjuangan pergerakan organisasi ini masih terbentang lebar. Untuk itu diperlukannya sebuah “inovasi” dalam menjalan kan roda organisasi dan perkaderan sehingga kedepannya diharapkan HMI KAFEIS dapat menjadi sebuah Organisasi yang menciptakan kader-kader professional, sadar akan fungsi dan perannya serta mampu menjawab tantangan kedepan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar